Kamis, 11 Juni 2009

Manohara dan Tanggung Jawab Menjadi Ibu


Beberapa minggu terakhir ini media massa Indonesia dihebohkan dengan berita tentang Manohara Odelia Pinot, seorang gadis blasteran Indonesia - Perancis yang ngomong bahasa Indonesia saja syusyah. Selain kecantikan Manohara, perjuangan Ibu Desi (ibundanya Manohara) membuat saya takjub. Saya membayangkan, andaikata Nabilah (puteri sulung saya) yang mengalaminya, apakah saya akan berjuang sekeras Ibu Desi? Apakah saya akan berupaya sekuat beliau? Barangkali itulah sebabmya kenapa setiap muslim mempunyai kewajiban 3x lebih besar kepada ibu dibandingkan dengan kepada bapak.
Namun, perkembangan berikutnya membuat saya juga curiga, tentang niat baik Ibu Desi (maaf, Bu). Apa sebenarnya yang dicari oleh beliau? Keadilan untuk anaknya atau popularitas untuk membuka pintu karier anaknya? Entahlah.... hanya beliau dan Allah saja yang tahu. Pada saat ini saya hanya ingin berbagi pengalaman tentang perasaan seorang ibu yang bercampur dengan perasaan sebagai seorang perempuan.
Saya mempunyai dua orang puteri, satu orang siswi SLTA dan yang bungsu masih SD. Puteri sulung saya sangat banyak maunya. Dia senang berkegiatan di luar rumah dan mempelajari banyak hal. Adiknya mempunyai minat yang berbeda, senang berkegiatan di dalam rumah. Bahkan lebih sering membawa teman-temannya ke rumah. Koleksi mainannya lebih banyak karena tabungannya lebih banyak dibelanjakan untuk mainan. Setiap saya tawari untuk mengikuti les, dia akan balik bertanya :"aku masih punya waktu buat main ngga?" Kebetulan rumah kami di perumahan RSS, yang banyak anak-anak sebaya puteri kami dan semua pintu selalu terbuka untuk tetangga. Ikatan antar-anak cukup erat hingga seringkali sulit untuk menarik mereka dari arena permainan.
Demi alasan efisiensi, saya seringkali memaksa si bungsu untuk mengikuti kegiatan yang sama dengan kakaknya. Dia memang tidak pernah protes (kecuali untuk les vokal), tapi sulit berprestasi sebaik kakaknya. Pada saat melihat dia bosan dan tanpa minat, saya sering kali kesel dan prihatin. Pada saat itu saya kadang bertanya dalam hati : "apakah yang saya lakukan demi anak saya atau ambisi terpendam saya?" Saya selalu mengajak mereka mengikuti suatu kegiatan karena ingin memberi masa kecil yang indah tanpa melihat apakah mereka berdua memang menginginkannya atau tidak. Saya selalu merasa bahwa kedua puteri saya tidak pernah bisa membedakan antara keinginan dengan kebutuhan. Karena saya ibunya, wajar dong saya lebih tau apa yang mereka butuhkan. He he he, padahal kalau dipikir-pikir saya kan bukan dukun... yang tidak bisa membaca fikiran orang. Selain itu saya kok, kalau istilah si sulung, underestimate sama mereka? Masa mereka sampai tidak tahu apa yang mereka butuhkan?
Saya akhirnya berfikir, andaikata saya selalu merasa anak-anak saya tidak bisa memutuskan apa yang terbaik untuk mereka, berarti saya telah gagal mendidik mereka menjadi manusia mandiri. Tapi andaikata saya mempercayakan keputusan tentang hidup pada mereka sendiri, apakah saya masih menjadi ibu buat mereka?

Senin, 01 Juni 2009

Fenotipe atau Penampilan

Dalam Genetika, fenotipe berarti penampilan suatu organisme sebagai akibat dari ekspresi gen dan pengaruh lingkungan. Seorang anak yang mempunyai IQ tinggi belum tentu bisa membaca, jika sejak kecil tidak pernah diperkenalkan pada huruf dan tulisan. Demikian juga, seorang anak yang mempunyai kulit yang mulus, jika tidak dirawat maka kulitnya akan rusak.
Dalam pandangan manusia, ada satu faktor lagi yang menentukan fenotipe, yaitu rasa. Misalnya, tidak semua orang mempunyai pendapat yang sama tentang "cantik". Cantik menurut seorang pria, belum tentu cantik menurut kelompok wanita. Bahkan di antara sesama pria pun, kadar cantik menjadi relatif. Orang yan menyukai Dewi Persik akan mengatakan bahwa dia cantik dan seksi tetapi orang yang tidak menyukainya akan mengatakan dia seperti perempuan, maaf, murah.
Seorang suami yang mencintai isterinya akan mengatakan isterinya cantik, walaupun pake daster lusuh dan bau terasi karena baru selesai masak. Tapi ketika dia sudah tidak mencintai istrinya lagi, maka seindah apapun baju tidur yang dipakainya dan sewangi apapun parfum yang digunakannya tetap saja terasa membosankan.
Jadi, penampilan seseorang tidak hanya disebabkan karena struktur wajah dan tubuh yang proporsional, kulit yang putih, bersih, dan sehat. Tapi juga disebabkan oleh rasa dan selera orang yang melihatnya